ASUHAN
KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM SALURAN PERNAFASAN )
3.1
Sistem
Respirasi
Secara
garis besar pernapasan dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
3.1.1 Pernapasan
dalam (internal)
Pertukaran gas antara organel sel
(mitokondria) dan medium cairnya. Hal tersebut menggambarkan proses metabolism
intraseluler yang meliputi konsumsi O2 (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi)
dan pengeluaran CO2 (terdapat dalam sitoplasma) sampai menghasilkan energy.
3.1.2 Pernapasan
luar (eksternal)
Absorpsi
O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ke lingkungan luar. Urutan
proses pernapasan eksternal adalah:
1. Pertukaran
udara luar ke dalam alveoli melalui aksi mekanik pernapasan yaitu melalui
proses ventilasi.
2. Pertukaran
O2 dan CO2 yang terjadi di antara alveolus dan darah pada pembuluh kapiler
paru-paru melalui proses difusi.
3. Pengangkutan
O2 dan CO2 oleh system peredaran darah dari paru-paru ke jaringan dan
sebaliknya yang disebut proses transportasi.
4. Pertukaran
O2 dan CO2 darah dalam pembuluh darah kapilerjaringan dengan sel-sel jaringan
melalui proses difusi.
Saluran pernapasan
digolongkan menjadi dua berdasarkan letaknya, yaitu :
1. Saluran
nafas bagian atas
Pada bagian ini memiliki fungsi utama
yaitu :
a. Air
conduction (penyalur udara) sebagai saluran yang meneruskan udara menuju
saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas.
b. Protection
(perlindungan) sebagai pelindung saluran napas bagian bawah agar terhindar dari
masuknya benda asing.
c. Warming,
filtrasi, dan humidifikasi sebagai bagian yang menghangatkan, manyaring, dan
member kelembapan udara yang dihirup.
2. Saluran
nafas bagian bawah
Secara umum terbagi menjadi dua komponen
ditinjau dari fungsinya yaitu:
a. Saluran
udara konduktif, yang biasa disebut sebagai percabangan trakheobronkhialis yang
terdiri atas trakea, bronkus, dan bronkiolus.
b. Saluran
respiratorius terminal, yang biasa disebut dengan acini yang berfungsi sebagai
penyalur (konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran respiratorius terminal
yang merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.
3.2
Mekanisme
Pernafasan
Agar
terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usahakeras
pernafasan yang tergantung pada:
3.2.1 Tekanan
intrapleural
Dinding dada merupakan suatu
kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalamkeadaan normal paru seakan melekat pada
dinding dada, hal ini disebabkan karenaada perbedaan tekanan atau selisih
tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intrapleural (755 mmHg). Sewaktu
inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intra
pleural dan intra alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk
Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecilmengakibatkan tekanan intra
pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara
mengalir keluar.
3.2.2 Compliance
Hubungan antara perubahan tekanan
dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai compliance. Ada dua bentuk
compliance yaitu:
a. Static
compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanansaluran nafas
(airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orangdewasa muda normal :
100 ml/cm H2O.
b. Effective
Compliance: (tidal volume/peak pressure) selama fasepernafasan. Normal ±50
ml/cm H2O.
Penurunan
compliance akan mengakibatkan meningkatnya usaha nafas. Compliance dapat
menurun disebabkan oleh:
a. Pulmonary
stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru
b. Space
occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
c. Chestwall
undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen
d. Airway
resistance (tahanan saluran nafas)
Resistensi saluran napas adalah oposisi
terhadap mengalir disebabkan oleh kekuatan gesekan. Hal ini didefinisikan
sebagai rasio dari tekanan mengemudi dengan laju aliran udara. Perlawanan
mengalir di saluran udara tergantung pada apakah aliran adalah laminar atau
turbulen, pada dimensi jalan napas, dan pada viskositas gas.
Untuk aliran laminar, resistensi
cukup rendah. Artinya, tekanan mengemudi relatif kecil dibutuhkan untuk
menghasilkan laju aliran tertentu. Perlawanan selama arus laminer dapat
dihitung melalui penataan ulang Hukum Poiseuille ini : Variabel yang paling penting di sini adalah jari-jari, yang,
berdasarkan elevasi dengan kekuatan keempat, memiliki dampak luar biasa pada
perlawanan.Jadi, jika diameter tabung adalah dua kali lipat, ketahanan akan
turun dengan faktor enam belas.
Untuk aliran turbulen, resistensi
relatif besar. Artinya, dibandingkan dengan aliran laminar, tekanan mengemudi
jauh lebih besar akan diperlukan untuk menghasilkan laju alir yang sama. Karena
hubungan tekanan-aliran berhenti menjadi linier selama aliran turbulen, tidak
ada persamaan untuk menghitung rapi ada hambatannya.
3.3 Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu
pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan
memberikan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005). Bandman dan Bandman
(1995) menguraikan seluruh proses keperawatan sebagai suatu rangkai hubungan
cara-hasil (means-ends). Cara adalah keakuratan perawat dalam mengkaji,
mendiagnosis, menangani klien, dan hasil adalah peningkatan fungsi dan kesejahteraan
klien.
Dalam proses
keperawatan terdapat empat tahapan yaitu:
3.3.1 Pengkajian
Pada dasarnya tujuan pengkajian
adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien.Adapun data yang
terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan.
(Mc Farland & mc Farlane, 1997).
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama
pengkajian antara lain:
1. Memahami
secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, social kultural, dan spiritual
yang bisa mempengaruhi status kesehatannya.
2. Mengumpulkan
semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan
sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database
yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama
berinteraksi dan sumber yang lain. (Gordon, 1994)
3. Memahami
bahwa klien adalah sumber informasi primer.
4. Sumber
informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting dan
catatan kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan adalah proses
sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien.
Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari
sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan
analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Bandman dan Bandman,
1995). Metode pengumpulan data meliputi berikut ini:
1. Melakukan
wawancara.
2. Riwayat
kesehatan/keperawatan.
3. Pemeriksaan
fisik.
4. Mengumpulkan
data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan kesehatan
(rekam medik).
Pada pasien dengan
gangguan system respirasi yaitu sebagai berikut :
A. Riwayat
Kesehatan
Riwayat kesehatan yang
dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu.Perawat juga mengkaji keadaan
pasien dan keluarganya. Kajian tersebut berfokus kepada manifestasi klinik
keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan
masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat psikososial. Riwayat
kesehatan dimulai dari biografi pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya
dengan gangguan sistem pernapasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat
kerja dan tempat tinggal.
1. Keluhan
Utama
Keluhan utama akan mentukan prioritas
intervensi dan mengkaji pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan
utama yang biasa muncul antara lain :
ü Batuk
(Cough)
Batuk merupakan gejala
utama pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tanyakan berapa lama
pasien mengalami batuk dan bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik
atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan apakah batuk produktif atau
non produktif.
ü Peningkatan
Produksi Sputum
Sputum merupakan suatu substansi yang
keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorokan. Percabangan
trakheobronkial secara normal memproduksi sekitar 3ons mukus setiap hari
sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Produksi sputum akibat batuk
adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau, dan jumlah
dari sputum. Jika terjadi infeksi, sputum dapat berwarna kuning atau hijau,
putih atau kelabu dan jernih. Pada keadaan edema paru-paru, sputum berwarna
merah muda karena mengandung darah dengan jumlah yang banyak.
ü Dispnea
Dispnea merupakan suatu
persepsi kesulitan bernapas/napas pendek dan merupakan perasaan subjektif
pasien.Perawat mengkaji tentang kemampuan pasien saat melakukan aktivitas.
ü Hemoptisis
Hemoptisis adalah darah
yang keluar dari mulut saat batuk. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung
atau perut. Darah yang berasal dari paru-paru biasanya berwarna merah terang
karena darah dalam paru-paru distimulasi segera oleh reflek batuk.
ü Chest
Pain
Nyeri dada dapat berhubungan dengan
dengan masalah jantung dan paru-paru.Gambaran lengkap dari nyeri dada dapat
menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, kardiak
dan gastrointestinal.
2. Riwayat
Kesehatan Masa Lalu
Yang perlu ditanyakan perawat kepada
pasien tentang riwayat penyakit pernapasan adalah :
ü Riwayat
merokok
Merokok merupakan
penyebab utama kanker paru-paru, emfisemia, dan bronkitis kronis.Semua keadaan
itu sangat jarang menimpa. Anamnesis harus mencangkup usia mulainya merokok
secara rutin, rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari, dan usia
menghentikan kebiasaan merokok.
ü Pengobatan
saat ini dan masa lalu.
ü Alergi.
ü Tempat
tinggal.
3. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan
sosial pasien penyakit paru-paru ada tiga hal yaitu :
ü Penyakit
infeksi
Khususnya tuberkulosis
paru ditularkan melalui satu orang ke orang lain. Manfaat menanyakan riwayat
kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
ü Kelainan
alergi
Contohnya asma bronkial.
ü Pasien
bronkitis kronis
B. Kajian
Sistem (Review of System)
1. Inspeksi
Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh
perawat adalah :
ü Pemeriksaan
dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam keadaan duduk.
ü Dada
diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
ü Tindakan
dilakukan dari atas sampai ke bawah.
ü Inspeksi
dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi dan massa) dan
gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis dan lordosis).
ü Catat
jumlah (frekuensi napas), irama (reguler/irreguler), kedalaman pernapasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada.
ü Observasi
tipe pernapasan seperti: pernapasan hidung atau pernapasan diafragma serta
penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi intercostae.
ü Saat
mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya adalah 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan
pada pasien dengan Chronic Airflow Limititation (CAL)/Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD).
ü Kaji
konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter
lateral/transversal (T). Rasio normal berkisar antara 1:2 sampai 5:7,
tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien.
ü Kelainan
pada bentuk dada adalah:
a. Barrel
chest
Timbul akibat
terjadinya over inflation paru-paru. Terdapat peningkatan diameter AP:T (1:1),
sering terjadi pada pasien emfisemia.
b. Funnel
chest (pectus excavatum)
Timbul jika
terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung
dan pembuluh darah besar yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul
pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c. Pigeon
chest (pectus carinatum)
Timbul sebagai
akibat dari ketidaktepatan sternum yang mengakibatkan terjadi peningkatan
diameter AP. Terjadi pada pasien dengan kifoskoliosis berat.
d. Kyphoscoliosis
(kifoskoliosis)
Terlihat dengan
adanya elevasi scapula yang akan mengganggu pergerakan paru-paru. Kelainan ini
dapat timbul pada pasien dengan osteoporosis dan kelainan musculoskeletal lain
yang mempengaruhi toraks. Kifosis adalah meningkatnya kelengkungan normal
columna vertebrae thoracalis menyebabkan pasien tampak bongkok. Sedangkan
skoliosis adalah melengkungnya vertebrae thoracalis ke samping, disertai rotasi
vertebrae.
ü Observasi
kesimetrisan pergerakan dada.Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi
dada mengindikasikan penyakit pada paru-paru atau pleura.
ü Observasi
retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan napas.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji
kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi
keadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi). Palpasi toraks berguna
untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi,
dan bengak. Perlu dikaji juga kelembutan kulit terutama jika pasien mengeluh
nyeri.Perhatikan adanya getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara
(vocal premitus).
3. Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji
resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi)
diafragma. Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
a. Suara
perkusi normal
ü Resonan
(sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru dan normalnya bergaung dan bersuara
rendah.
ü Dullness:
dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
ü Tympany:
dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat musical.
b. Suara
perkusi abnormal
ü Hiperresonan:
bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian
paru-paru yang abnormal berisi udara.
ü Flatness:
nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada perkusi daerah paha,
dimana seluruh areanya berisi jaringan.
4. Auskultasi
Auskultasi merupakan
pengkajian yang sangat bermakna mencangkup mendengar suara napas normal dan
suara tambahan (abnormal).Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara
ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.
a. Jenis
suara napas normal adalah:
ü Bronchial:
sering juga disebut tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh udara yang
melalui suatu tube (pipa), suaranya terdngar keras, nyaring, dengan hembusan
yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada
jeda di antara kedua fase tersebut (E > I). Normal terdengar di atas trachea
atau daerah lekuk suprasternal.
ü Bronkovesikular:
merupakan gabungan dari suara napas bronkhial dan vesikular. Suaranya terdengar
nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi (E =
I). Suara ini terdengar di daerah dada dimana bronkus tertutupoleh dinding
dada.
ü Vesikular:
terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan (E < I).
b. Jenis
suara napas tambahan adalah:
ü Wheezing
: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring,
musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran udara melalui jalan napas
yang menyempit.
ü Ronchi
: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar
perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi
kental dan peningkatan produksi sputum.
ü Pleural
fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara kasar,
berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura.
Sering kali pasien mengalami nyeri saat bernapas dalam.
ü Crackles,
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
o Fine
crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara
meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli
atau bronkhiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
o Coarse
crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara
gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang
besar. Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.
C. Pengkajian
psikososial
Pengkajian psikososial meliputi
kajian tentang aspek kebiasaan hidup pasien yang secara signifikan berpengaruh
terhadap fungsi respirasi.Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stres.
Penyakit pernapasan kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau
ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat dapat
mengkaji reaksi pasien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan
keluar.
3.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah
menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan
yang menguraikan respons aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan
yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya (Carlson et al,
1991; Carpenito, 1995). Setelah merumuskan diagnosa keperawatan spesifik,
perawat menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menetapkan prioritas
diagnosa dengan membuat peringkat dalam urutan kepentingannya. Prioritas
ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan ketika klien
mempunyai masalah atau perubahan multiple (Carpenito, 1995).
Proses diagnosa keperawatan dibagi
menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan diagnosa dari proses
keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa keperawatan memiliki
beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara
sesuatu yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan.
Pada pasien dengan gangguan system respirasi yaitu
sebagai berikut :
A. Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas.
1. Definisi
Yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan napas yang
bersih.
2. Batasan
Karakteristik.
a. Subjektif : Dispnea.
b. Objektif
ü Bunyi
napas tambahan (misalnya Ronkhi basah halus, ronchi basah kasar, dan ronkhi
kering).
ü Perubahan
pada irama dan frekuensi pernapasan.
ü Batuk
tidak ada atau tidak efektif.
ü Sianosis.
ü Kesulitan
untuk bersuara.
ü Penurunan
bunyi napas.
ü Orthopnea
merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan sering
ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.
ü Kegelisahan
ü Sputum.
ü Mata
terbelalak (melihat).
3. Faktor
yang berhubungan.
a. Lingkungan
Merokok, menghirup asap rokok, dan
perokok pasif.
b. Obstruksi
Jalan Napas
Spasme jalan napas, pengumpulan sekresi,
mucus berlebih, adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing dari jalan
napas, sekresi pada bronchi, dan eksudat pada alveoli.
c. Fisiologis
Disfungsi neuromuskuler, hiperplasi
dinding bronchial, PPOK, Infeksi, asma, alergi jalan napas, dan trauma.
4. Hasil
yang Disarankan NOC
a. Status
Pernapasan ; Pertukaran Gas.
Yaitu pertukaran CO2 atau O2 di alveolar
untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri.
b. Status
Pernapasan ; Ventilasi.
Yaitu perpindahan udara masuk dan dan
keluar dari paru-paru.
c. Perilaku
Mengontrol Gejala.
Yaitu tindakan seseorang untuk
meminimalkan perubahan sampingan yang didapat pada fungsi fisik dan emosi.
d. Perilaku
Perawatan : Penyakit atau Cidera.
Yaitu tindakan seseorang untuk
mengurangi/menghilangkan patologi.
B. Ketidakefektifan
Pola Nafas
1. Definisi
Ketidakefektifan pola nafas merupakan
kondisi ketika individu mengalami penurunan ventilasi yang adekuat, actual atau
potensial, karena perubahan pola nafas.
2. Batasan
karakteristik
a. Mayor
(harus ada)
ü Perubahan
frekuensi dan pola pernafasan (dari nilai dasar)
ü Perubahan
nadi (frekuensi, irama, kualitas)
b. Minor
(mungkin ada)
ü Ortopnea
ü Takipnea,
hiperpnea, hiperventilasi
ü Pernafasan
disritmik
ü Pernafasan
yang hati-hati
3. Faktor
yang berhubungan
a. Patofisiologis
ü Berhubungan
dengan sekresi yang berlebihan atau kental, sekunder akibat: infeksi,
inflamasi, alergi, merokok, penyakit jantung atau paru.
ü Berhubungan
dengan immobilitas, sekresi yang statis, dan batuk tak efektif, sekunder
akibat:
1. Penyakit
system persarafan, misal: miastenia gravis
2. Depresi
system saraf pusat (SSP)/ trauma kepala
3. Cedera
serebrovaskular (stroke)
4. Kuadriplegia
b. Terkait
Pengobatan
ü Berhubungan
dengan immobilitas, sekunder akibat
1. Efek
sedative obat
2. Anestesia,
umum atau spinal
3. Berhubungan
dengan penekanan reflek batuk, sekunder akibat (sebutkan)
4. Berhubungan
efek trakeostomi (perubahan sekresi)
c. Situasional
(Personal, Lingkungan)
ü Berhubungan
dengan immobilitas, sekunder akibat :
1. Pembedahan
atau trauma
2. Nyeri,
takut, ansietas
3. Kelelahan
4. Gangguan
persepsi/kognitif
ü Berhubungan
dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah.
ü Untuk
bayi, yang berhubungan dengan tidur pada posisi tengkurap.
ü Pajanan
terhadap udara dingin, tertawa, menangis, allergen, asap.
C. Gangguan
Pertukaran Gas
ü Definisi
Kelebihan dan
kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida dimembrane kapiler-alveolar.Ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna
mempertahankan jalan napas yang bersih.
ü Batasan
Karakteristik
ü Subjektif
o Dispnea.
o Sakit
kepala pada saat bangun.
o Gangguan
penglihatan.
ü Objektif
a. Gas
darah arteri yang tidak normal.
b. pH
arteri tidak normal.
c. Ketidaknormalan
frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan.
d. Warna
kulit tidak normal (misalnya pucat atau kehitaman).
e. Konfusi.
f. Cianosis
(hanya pada neonates).
g. Karbondioksida
menurun.
h. Diaphoresis.
i. Hiperkapnia.
j. Hiperkarbia.
k. Hipoksia.
l. Hipoksemia.
m. Iritabilitas.
n. Cuping
hidung mengembang.
o. Gelisah.
p. Sputum.
q. Takhikardia.
r. Mata
terbelalak.
ü Faktor yang berhubungan
a. Lingkungan
Merokok, menghirupasap rokok, dan
perokok pasif.
b. Obstruksi
jalan napas
Spasme jalan napas, pengumpulan sekresi,
mucus berlebih, adanya jalan napas bantuan, sekresi pada bronki, eksundat pada
alveoli.
c. Fisiologis
Disfungsi neuro miskular, PPOK,
hyperplasmia dinding bronchial, infeksi asma, alergi jalan naps, dan trauma.
ü Hasil
yang Disarankan NOC
a. Status
Pernapasan: pertukaran gas, yaitu CO2 atau O2 di alveolar
untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri.
b. Status
Pernapasan Ventilasi, yaitu perpindahan udara masuk dan dan keluar dari
paru-paru.
c. Perilaku
mengontrol gejala: tindakan seseorang yang yang meminimalkan perubahan
sampingan yang di dapat pada fungsi fisik dan emosi.
d. Perilaku
perawatan: penyakit atau cidera tindakanseseorang untuk mengurangi atau
menghilangkan patologi.
D. Fungsi
Pernafasan, Resiko Ketidakefektifan.
1. Definisi
Risiko ketidakefektifan pernapasan (ARF)
merupakan kondisi ketika individu berisiko mengalami ancaman pada jalan masuk
udara menuju saluran pernapasan dan/ ancaman pada pertukaran gas (O2-CO2)
antara paru-paru dan system vaskuler.
2. Faktor
resiko
Adanya faktor risiko yang dapat mengubah
fungsi pernapasan (lihat faktor yang berhubungan).
3. Faktor
yang berhubungan
a. Patofisiologis
R Berhubungan
dengan sekresi yang berlebihan atau kental, sekunder akibat : infeksi,
inflamasi, alergi, merokok, penyakit jantung atau paru.
R Berhubungan
dengan immobilitas, sekresi yang statis, dan batuk tidak efektif, sekunder
akibat:
1. Penyakit
system persarafan, missal: miastenia gravis
2. Depresi
system saraf pusat (SSP)/ trauma kepala
3. Cedera
serebrovaskular (stroke)
4. Kuadriplegia
b. Terkait
Pengobatan
R Berhubungan
dengan immobilitas, sekunder akibat :
1. Efek
sedative obat (sebutkan)
2. Anestesia,
umum atau spinal
3. Berhubungan
dengan penekanan reflek batuk, sekunder akibat (sebutkan)
4. Berhubungan
efek trakeostomi (perubahan sekresi)
c. Situasional
(Personal, Lingkungan)
R Berhubungan
dengan immobilitas, sekunder akibat:
1. Pembedahan
atau trauma
2. Nyeri,
takut, ansietas
3. Kelelahan
4. Gangguan
persepsi/kognitif
R Berhubungan
dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah.
R Untuk
bayi, yang berhubungan dengan tidur pada posisi tengkurap.
R Pajanan
terhadap udara dingin, tertawa, menangis, allergen, asap.
E. Disfungsi
Respon Penyapihan Ventilator
1. Definisi
Disfungsi respon penyapihan ventilator
(DRPV) merupakan suatu keadaan ketika individu tidak dapat menyesuaikan
terhadap tingkat terendah dukungan ventilator mekanik sehingga mengganggu dan
memeperpanjang proses penyapihan.
2. Batasan
karateristik
a. Ringan
R Mayor
1. Gelisah
2. Frekuensi
pernapasan sedikit meningkat dari nilai dasar
R Minor
Mengekspresikan perasaan tentang
peningkatan kebutuhan oksigen, pernapasan tidak nyaman, keletihan, dan hangat.
b. Sedang
R Mayor
1. Tekanan
darah meningkat <20 mmHg dari nilai dasar
2. Frekuensi
jantung meningkat <20 denyut/menit dari nilai dasar
3. Frekuensi
pernapasan meningkat <5 kali/menit dari nilai dasar
R Minor
1. Ketakutan
2. Berkeringat
3. Mata
melebar
4. Perubahan
warna kulit: pucat,agak sianosis
5. Sedikit
menggunakan otot aksesoris pernapasan
c. Berat
R Mayor
1. Agitasi
2. Penyimpangan
yang signifikan dalam gas-gas darah arteri dari nilai dasar
3. Peningkatan
tekanan darah > 20 mmHg dari nilai dasar
4. Peningkatan
frekuensi jantung > 20 kali/menit dari nilai dasar
5. Pernapasan
cepat, dangkal > 25 kali/menit
R Minor
1. Penggunaan
sempurna otot aksesoris pernapasan
2. Pernapasan
abdomen paradoksikal
3. Bunyi
napas tambahan
4. Sianosis
5. Banyak
berkeringat
6. Pernapasan
tidak terkoordinasi dengan ventilator
7. Penurunan
tingkat kesadaran
3. Faktor
yang berhubungan
a. Patofisiologis
ü Berhubungan
dengan kelemahan dan keletihan sekunder akibat :
1. Status
hemodinamik tidak stabil
2. Penurunan
tingkat kesadaran
3. Anemia
4. Infeksi
5. Abnormalitas
metabolic atau keseimbangan asam basa
6. Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
7. Proses
penyakit berat
8. Penyakit
pernapasan kronis
9. Ketidakmampuan
neuromuscular kronis
10. Penyakit
multisystem
11. Kurang
nutrisi kronis
12. Kondisi
yang melemah
ü Berhubungan
dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas.
b. Tindakan
yang Berhubungan
1. Berhubungan
dengan obstruksi jalan napas
2. Berhubungan
dengan kelemahan dan keletihan otot sekunder akibat :
R Sedasi
berlebihan
R Nyeri
tidak terkontrol
3. Berhubungan
dengan ketidakadekuatan nutrisi (deficit kalori, kelebihan karbohidrat,
ketidakadekuatan asupan lemak dan protein).
4. Berhubungan
dengan ketergantungan ventilator jangka panjang (> 1 minggu).
5. Berhubungan
dengan ketidakberhasilan upaya penyapihan ventilator sebelumnya.
6. Berhubungan
dengan langkah yang terlalu cepat dalam proses penyapihan.
c. Situasional
(Personal, Lingkungan)
1. Berhubungan
dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang proses penyapihan.
2. Berhubungan
dengan kebutuhan energy yang sangat berlebihan (aktivitas perawatan diri, prosedur
diagnostic dan pengobatan, pengunjung).
3. Berhubungan
dengan ketidakadekuatan dukungan social.
4. Berhubungan
dengan lingkungan tidak aman (bising, kejadian yang membingungkan, ruangan
sibuk).
5. Berhubungan
dengan keletihan sekunder akibat gangguan pola tidur.
6. Berhubungan
dengan kemanjuran diri tidak adekuat.
7. Berhubungan
dengan ansietas sedang sampai berat yang berkaitan dengan upaya pernapasan.
8. Berhubungan
dengan ketakutan akan perpisahan dari ventilator.
9. Berhubungan
dengan perasaan ketidakberdayaan.
10. Berhubungan
dengan perasaan keputusasaan.
F. Resiko
Disfungsi Respon Penyapihan Ventilator
1. Definisi
Resiko Disfungsi Respon
Penyapihan Ventilator adalah keadaan ketika individu beresiko untuk mengalami
suatu ketidakmampuan penyesuaian terhadap dukungan ventilator mekanik tingkat
rendah selama proses penyapihan, yang berhubungan dengan ketidaksiapan fisik
dan atau psikologis terhadap penyapihan.
2. Faktor
Resiko
a. Patofisiologis
R Berhubungan
dengan obstruksi jalan napas
R Berhubungan
dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder akibat :
1. Gangguan
fungsi pernapasan
2. Anemia
3. Penurunan
tingkat kesadaran
4. Infeksi
5. Abnormalitas
metabolic dan asam basa
6. Ketidakseimbangan
cairan / elektrolit
7. Status
hemodinamik yang tidak stabil
8. Disritmia
9. Kekacaun
mental
10. Demam
11. Proses
penyakit yang berat
12. Penyakit
multisystem
b. Tindakan
yang berhubungan
1. Dengan
ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Dengan
sedasi yang berlebihan, analgesia
3. Dengan
nyeri tak terkontrol dan keletihan
4. Dengan
ketidakadekuatan nutrisi
5. Dengan
ketergantungan pada ventilator jangka panjang lebih dari 1 minggu
6. Dengan
ketidakberhasilan upaya penyapihan sebelumnya dan terlalu cepat melakukan
proses penyapihan
c. Personal/
Lingkungan
1. Berhubungan
dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder.
2. Berhubungan
dengan deficit pengetahuan tentang proses penyapihan.
3. Berhubungan
dengan ansietas.
4. Berhubungan
dengan perasaan ketidakberdayaan dan putus asa.
5. Berhubungan
dengan dukungan sosial yang tidak memadai.
6. Berhubungan
dengan ketidakpastian lingkungan ( bising, ruangan sibuk, dll).
7. Berhubungan
dengan ketakutan terlepas dari ventilator.
G. Gangguan
Ventilasi Spontan
1. Definisi
Suatu keadaan ketika
individu tidak dapat memepertahankan pernapasan yang adekuat untuk mendukung
kehidupannya. Ini dilakukan karena penurunan gas darah arteri, peningkatan
kerja pernapasan dan penurunan energy.
2. Batasan
Karakteristik
R Mayor
1. Dispnea
2. Peningkatan
laju metabolic
R Minor
1. Peningkatan
kegelisahan ketakutan
2. Peningkatan
penggunaan otot-otot
3. Penurunan
volume tidal
4. Aksesori
pernapasan
5. Peningkatan
frekuensi jantung
6. Penurunan
PO2
7. Penurunan
kerjasama
8. Peningkatan
PCO2
9. Penurunan
SaO2
3.3.3 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah
preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.Intervensi dilakukan untuk membantu
pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.Intervensi disebut juga
implementasi yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Griffith & Christensen, 1986).
Intervensi keperawatan harus
spesifik dan dinyatakan dengan jelas.Pengkualifikasian seperti bagaimana,
kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya memberikan isi dari aktivitas yang
direncanakan. Intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri
yaitu dilakukan oleh perawat dan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi
perawatan lainnya.
Pada pasien
dengan gangguan system respirasi yaitu sebagai berikut :
1. Intervensi
Pernafasan, Resiko Gangguan
a. Intervansi
Generik
R Kaji
adanya penurunan nyeri yang optimal dengan periode keletihan atau depresi
pernapasan yang minimal
R Beri
semangat untuk melakukan ambulasi segera setelah konsisten dengan rencana
perawatan medis
R Jika
tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun dari tempat tidur duduk
di kursi beberapa kali sehari (misalnya, 1 jam setelah makan dan 1 jam sebelum
tidur)
R Tingkatkan
aktivitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dan
dispnea akan menurun dengan melakukan latihan
R Bantu
untuk reposisi, mengubah posisitubuh dengan sering dari satu sisi ke sisi yang
lainnya, (setiap jam jika mungkin)
R Beri
semangat untuk melakukan latihan napas dalam dan latihan batuk yang terkontrol
lima kali setiap jam
R Ajarkan
individu untuk menggunakan botol tiup atau spidometer intensif setiap jam saat
bangun (pada kerusakan neuromuskular berat, ada baiknya individu dibangunkan
selama malam hari)
R Auskultasi
bidang paru setiap 8 jam, tingkatkan frekuensi jika ada gangguan bunyi napas
b. Intervensi
Pediatrik
R Observasi
terhadap pernapasan cuping hidung, retraksi, atau sianosis
R Izinkan
anak untuk memilih warna air dalam botol tiup
R Pantau
masukan, keluaran, dan berta jenis urine
R Beri
penjelasan sesuai usia untuk latihan napas dalam
2. Intervensi
Disfungsi Respons Penyapihan Ventilator
a. Intervensi
Generik
R Jika
memungkinkan, kaji faktor penyebab ketidakberhasilan upaya penyapihan
sebelumnya.
1. Ketidakadekutan
substrat energi: oksigen nutrisi dan istirahat.
2. Status
kenyamanan takadekuat
3. Kebutuhan
aktivitas berlebihan
4. Penurunan
harga diri, rasa percaya diri, kontrol pernapasan
5. Kurangnya
pengetahuan tentang perannya
6. Kurangnya
hubungan saling percaya dengan staf
7. Keadaan
emosional negatif
8. Lingkungan
penyapihan yang merugikan
R Tetapkan
kesiapan penyapihan (Geisman, 1989)
1. Konsentrasi
oksigen pada ventilator 50% atau kurang
2. Tekanan
ekspirasi-akhir positif kurang dari 5 cm tekanan air
3. Frekuensi
pernapasan kurang dari 30 kali permenit
4. Ventilasi
menit kurang dari 10 liter per menit
5. Tekanan
dinamik dan statik rendah, dengan komplains sedikitnya 35 cm tekanan air
6. Kekuatan
otot pernapasan adekuat
7. Istirahatkan,
kontrol rasa tak nyaman
8. Keinginan
untuk mencoba penyapihan
R Jika
kesiapan penyapihan ditetapkan ada, libatkan klien dalam penetapan rencana.
1. Jelaskan
proses penyapihan
2. Bekerja
sama dalam negosiasi tujuan penyapihan progresif
3. Jelaskan
bahwa tujuan akan ditelaan kembali setiap hari bersama individu
R Rujuk
ke protokol unit untuk prosedur penyapihan yang khusus.
R Jelaskan
perannya dalam proses penyapihan.
1. Perkuat
perasaan harga diri, kemanjuran diri dan kontrol diri.
2. Perlihatkan
kepercayaan pada kemampuan pasien untuk penyapihan.
3. Pertahankan
kepercayaan pasien dengan mengadopsi langkah penyapihan ( membutuhkan intruksi
dokter ) yang akan menjamin keberhasilan dan meminimalkan kemunduran.
4. Tingkatkan
kepercayaan dalam staf dan lingkungan.
R Kurangi
pengaruh negatif dari ansietas dan keletihan.
1. Pantau
status dengan teratur untuk menghindari keletihan dan ansietas yang tidak
semestinya.
2. Beri
periode istirahat yang teratur sebelum keletihan berlanjut.
3. Jika
individu mulai gelisah, bicaralah padanya untuk menennagkan sementara tetap di
samping tempat tidur.
4. Jika
percobaan penyapihan dihentikan, arahkan persepsi pasien pada kegagalan
penyapihan. Yakinkan pasien bahwa percobaan adalah latihan yang baik dan bentuk
latihan yang sangat berguna.
R Ciptakan
lingkungan penyapihan yang positif, yang meningkatkan perasaan aman individu.
R Koordinasikan
aktivitas yang perlu untuk meningkatkan waktu istirahat atau relaksaai yang
adekuat.
R Koordinasikan
jadwal analgesik dengan jadwal penyapihan.
R Mulai
percobaan penyapihan saat individu cukup istirahat, biasanya pada pagi hari
setelah tidur malam.
R Diskusikan
elemen proses penyapihan dengan petugas kesehatan lain untuk memaksimalkan
kemungkinan keberhasilan penyapihan.
b. Intervensi
pediatrik
Tunda pemberian makan per oral 2 jam sebelum upaya
penyapihan dan setelah ekstubasi.
3. Intervensi
Resiko Disfungsi Respons Penyapihan Ventilator
a. Intervensi
Generik
R Kaji
faktor penyebab dan penunjang dari ketidakadekuatan keefektifan diri tentang
diri tentang kesiapan penyapihan.
1. Ungkapkan
kebutuhan lanjut untuk dukungan ventilator
2. Meminta
untuk menunda dimulainya penyapihan
3. Merasa
prihatin tentang kemempuan penyesuaian terhadap dukungan ventilator derajat
rendah/tentang kemungkinan keberhasilan penyapihan.
4. Agitasi
ketika penyapihan dibicarakan.
5. Peningkatan
tekanan darah, nadi dan pernapasan ketika membicarakan penyapihan.
R Kurangi
faktor risiko
Negosiasikan dengan staf medis untuk
menunda dimulainya penyapihan dan rencana penyapihan dengan langkah perlahan
sehingga dapat memastikan keberhasilan setiap langkah.
4. Intervensi
Ketidakefektifan Pola Pernafasan
a. Intervensi
Generik
R Untuk
Hiperventilasi
1. Pastikan
individu bahwa tindakan tersebut dilakukan
untuk menjamin keamanan.
2. Alihkan
perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ansietas dengan meminta
individu mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan, “Sekarang perhatikan
Saya dan bernapaslah perlahan-lahan bersama Saya seperti ini”.
3. Pertimbangkan
penggunaan kantong kertas jika bermaksud mengeluarkan kembali ekspirasi udara.
4. Tetap
bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih
efektif.
5. Jelaskan
seorang dapat belajar untuk mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan
secar sadar apabila penyebabnya tidak diketahui.
6. Mendiskusikan
kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan metoda penanganan yang efektif.
b. Intervensi
Pediatrik
Jika anak cenderung
bronkospasme, obat-obatan dapat diindikasikan.
5. Intervensi
Gangguan Pertukaran Gas
R Aktivitas Utama
a. Kaji
bunyi paru, frekuensi napas,kedalaman dan usaha napas serta produksi sputum.
b. Pantau
saturasi O2 dengan oksimeter nadi.
c. Pantau
hasil gas darah (misal PaO2 yang rendah, PaCO2 yang meningkat, kemunduran
tingkat respirasi).
d. Pantau
kadar elektrolit.
e. Pantau
status mental.
f. Peningkatan
frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen.
g. Observasi
terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut.
h. Identifikasi
kebutuhan pasien akan insersi jalan napas aktual/potensial.
i. Auskultasi
bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi
tambahan.
j. Pantau
status pernapasan dan oksigenasi.
k. Jelaskan
penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer).
l. Ajarkan
teknik bernapas dan relaksasi.
m. Jelaskan
pada pasien dan keluarga alasan suatu tindakan dilakukan misal: terapi oksigen.
n. Ajarkan
teknik perawatan di rumah (pengobatan, aktivitas, alat bantu, tanda dan gejala
yang perlu dilaporkan).
o. Ajarkan
batuk efektif
R Aktivitas
Kolaboratif
a. Konsultasikan
dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas darah arteri dan
penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi
pasien.
b. Laporkan
perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal: bunyi napas, pola napas,
analisa gas darah arteri,sputum,efek dari pengobatan).
c. Berikan
obat yang diresepkan (misal: natrium bikarbonat) untuk mempertahankan
kesiembangan asam-basa.
d. Siapkan
pasien untuk ventilasi mekanis.
e. Berikan
oksigen sesuai dengan keperluan.
f. Berikan
bronkodilator, aerosol, nebulasi
R Aktivitas
Lain
a. Jelaskan
kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur untuk menurunkan ansietas
dan meningkatkan rasa kendali
b. Beri
jaminan kepada pasien selama periode disstres atau cemas
c. Lakukan
higiene mulut secara teratur
d. Lakukan
tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen (misal mengurangi kecemasan,
pengendalian demam dan nyeri)
e. Atur
posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi dan mengurangi dispnea
f. Masukkan
jalan napas buatan melalui hidung atau nasofaring
g. Lakukan
fisioterapi dada sesuai kebutuhan
h. Bersihkan
sekret dengan suctioning atau batuk efektif
i. Rencanakan
perawatan pasien yang menggunakan ventilator :
R Meyakinkan
keadekuatan pemberian oksigen dengan melaporkan ketidaknormalan gas darah
arteri, menggunakan ambubeg yang dilekatkan pada sumber oksigen disisi bed dan
melakukan hiperoksigenasi sebelum melakukan pengisapan.
R Meyakinkan
keefektifan pola napas dengan megkaji sinkronisasi dan kemungkinan kebutuhan
sedasi.
R Memertahankan
kepatenan jalan napas dengan melakukan pengisapan dan memertahankan selang
endotrakea atau pindahkan ke sisi tempat tidur.
R Memantau
komplikasi (pneumotoraks).
R Memastikan
ketepatan penempatan selang ET
3.3.4 Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian,
tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu
proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994).Evaluasi
adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Griffith &
Christensen, 1986).
Perawat menemukan reaksi klien
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang
menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima. Perencanaan merupakan
dasar yang mendukung suatu evaluasi. Menetapkan kembali informasi baru yang
diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan,
tujuan, atau intervensi keperawatan. Menentukan target dari suatu hasil yang
ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawat dan klien (Yura &
Walsh, 1988).
Evaluasi berfokus pada individu
klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa
keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan, termasuk pengetahuan
mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan
keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan. Evaluasi
disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,
sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau
diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil.
Pasien
mempertahankan patensi jalan napas yang ditunjukkan dengan:
1. Peningkatan
jalan napas
2. Frekuaensi
dan kedalaman napas sesuai
3. Gas-gas
darah dalam batasan normal
Ini tahun berapa terbitnya
BalasHapus